Judul : Sektor perkebunan dapat diandalkan menjadi tulang punggung ekonomi daerah.
Penulis : Rahmat Teguh Jayadi, SP (Petani Muda).
Jambi sebagai provinsi dengan sektor perkebunan sebagai andalan perekonomian, tentunya sektor tersebut menyimpan potensi yang besar dalam membangun perekonomian daerah. Tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas penduduk provinsi Jambi, mata pencahariannya adalah dari hasil perkebunan. Maka menyoal sektor perkebunan, yang dapat juga disebut sebagai “tambang batu bara alami”. Dengan isu yang sedang menghangat se-provinsi Jambi hari ini terkait desakan masyarakat untuk pemerintah provinsi Jambi dapat menertibkan angkutan batubara, seyogyanya kita juga harus mendesak pemerintah provinsi Jambi untuk juga memprioritaskan sektor perkebunan.
Apakah dapat dikatakan pemprov Jambi pada saat sekarang ini kurang memprioritaskan sektor perkebunan..? Jawabannya adalah ya. Jambi, memiliki beragam komoditas perkebunan, pada urutan pertama adalah perkebunan sawit, diletakkan pada urutan pertama karena luasan lahan sawit yg lebih besar daripada komoditas perkebunan lainnya. Pada perkebunan sawit, pemprov melalui Dinas Perkebunan seharusnya, ikut serta mengintervensi agar peran KUD (Koperasi Unit Desa) tetap ada dan eksistensi lembaga KUD tadi tetap hidup. Karena mayoritas kondisi KUD kebun sawit rakyat adalah mati suri, hidup segan mati tak mau. Hanya ada satu atau dalam jumlah sedikit KUD yg tetap berperan. Demikianlah KUD sebagai lembaga vital dalam pembangunan sektor perkebunan kelapa sawit, perlu mendapat perhatian yg lebih. Selain masalah lembaga KUD, harga juga adalah masalah utama dalam komoditas kelapa sawit, belum mampu harga TBS (Tandan Buah Segar) kembali ke angka Rp 3000,- (Tiga Ribu Rupiah)/ Kg di tingkat petani. Iya harga tetap ada di bawah Rp 3000, setelah pidato presiden Joko widodo berkenaan dg penyetopan ekspor CPO.
Komoditas perkebunan lainnya adalah karet, masalah yg dihadapi-pun tidak kalah pelik, bagaimana tidak disaat harga sawit melonjak naik, maka banyak petani karet memutuskan alih tanaman karet ke kelapa sawit. Ini merupakan hal yg wajar, karena prinsip petani adalah mengusahakan komoditas yg menguntungkan, sehingga karet ditinggalkan atau diganti. Oleh karenanya pemprov Jambi, harus bekerja keras mengurai permasalahan yg dihadapi komoditas karet. Karena perlu diketahui bersama, bahwa komoditas karet ini adalah bahan baku yg banyak dibutuhkan oleh berbagai macam industri.
Komoditas lainnya yg tidak kalah menguntungkan adalah pinang, kelapa dalam, kakao (coklat), kopi dan kayu manis. Melalui penguraian sektor perkebunan di Jambi secara ringkas ini, penulis bermaksud mengingatkan kepada Pemprov Jambi bahwa begitu vital sektor perkebunan bagi perekonomian daerah. Bahwa sektor perkebunan dapat diandalkan sebagai tulang punggung perekonomian daerah, sehingga harus dijadikan prioritas utama oleh pemprov dalam menangani segala macam kendala-kendala yang ada di lapangan. Melalui tulisan ini juga penulis berupaya memberikan sumbangsih fikiran segar, semoga dapat bermanfaat bagi pembangunan daerah. Penulis memaksudkan ide tersebut adalah menggalakkan peran sarjana untuk bersama membangun daerah.
PEMPROV, gandeng sarjana yg ada dalam membangun sektor perkebunan.
Jumlah pencari kerja di Jambi, ditempatkan sesuai dengan tingkat pendidikan, didapatkan jumlah tingkat pendidikan sarjana dengan akumulasi jumlah laki-laki dan perempuan adalah sebanyak 1.262 orang di tahun 2019 (BPS JAMBI). Jumlah ini tentunya berasal dari berbagai macam Universitas, yg berada di Jambi dan kemungkinan juga berasal dari luar Jambi. Seribu sarjana sudah sepatutnya dilibatkan dalam pembangunan sektor perkebunan, dalam rangka bakti kepada daerah dan melaksanakan fungsi tridharma perguruan tinggi.
Dewasa ini, penulis juga ingin mengingatkan kepada pemprov Jambi, bahwa banyak sarjana yg setelah pendidikan, pada akhirnya melabuhkan dirinya pada bidang yg berada di luar disiplin ilmunya dahulu. Mismatch yg dialami oleh mayoritas sarjana ini adalah masalah umum yg mudah sekali dijumpai. Misalnya tren bagi sarjana pertanian untuk melamar perbankan, perkreditan (leasing), dealer motor dan mobil, perusahaan jasa kendaraan online dan perusahaan ritel sembako besar. Ketidaksesuaian ini tadi dipicu oleh sempitnya lapangan pekerjaan yg tersedia dan juga tentunya upah yg layak. Bukan saja sarjana pertanian, melainkan sarjana lainnya-pun mengalami masalah yg sama.
Penulis menyuguhkan judul besar yaitu Sektor Perkebunan dapat diandalkan untuk perekonomian daerah, dimaksudkan bahwa jika sektor perkebunan diprioritaskan oleh pemprov, maka asumsi penulis dapat membuka banyak lapangan pekerjaan yang digarap oleh kaum intelektual. Penulis juga mengingatkan, bahwa Jambi memiliki banyak Universitas baik di pusat Jambi ataupun di daerah kabupaten. Bahwa fakta jika pertiap tahunnya, masing-masing Universitas meluluskan puluhan hingga ratusan jumlah sarjana baru. Lulusan tersebut, tidak semuanya terserap oleh lapangan kerja. Menciptakan masalah baru lagi yaitu pengangguran terdidik, sungguh disayangkan jika semakin banyak sarjana yg tidak terserap oleh lapangan kerja.
Solusi pertama yg penulis tawarkan adalah, pemprov harus menggandeng kampus yg ada untuk bersama-sama membangun sektor perkebunan. Bahwa kampus diminta untuk memaksa, bahasa kasarnya, kepada sarjana fakultas pertanian untuk kembali ke dunia pertanian dan perkebunan. Kampus berupaya mendata persebaran sarjana pertanian, diminimalisir jika keluar bidang pertanian dan perkebunan.
Bentuk nyata pemprov menggandeng kampus adalah pemprov memfasilitasi kampus dan sarjana untuk terlibat dalam penguraian kendala sektor perkebunan. Mahasiswa dan sarjana bisa saja diminta untuk terlibat dalam lembaga KUD, baik yg masih aktif ataupun mati suri, terlibat dalam aktivitas KUD sehingga teori di kampus dapat teraplikasi. Asumsi penulis bahwa kendala sektor perkebunan adalah penguatan peran lembaga, karena tanpa lembaga maka harga komoditas apapun tidak memiliki daya tawar yang kuat.
Diharapkan kerjasama erat antara pemprov dan kampus dapat menerobos kendala sektor perkebunan dari hulu hingga hilir. Dari hulu, sarjana harus dilibatkan untuk sosialisasi benih unggul setiap komoditas perkebunan, sawit, karet, kakao, pinang, kelapa dalam dan kopi. Sarjana juga difasilitasi kepada lembaga benih terkait komoditas, untuk bersinergi menghasilkan komoditas perkebunan yg memiliki produksi tinggi. Sisi hilirnya, libatkan sarjana dalam BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), untuk terlibat langsung bagaimana mensolusikan bersama terkait harga komoditas yg rendah, baik dengan inovasi ataupun perbaikan sistem yg ada.
Jika perkebunan sawit, teknisnya penulis memberikan ide segar sebagai berikut, sisi hulunya pemprov memfasilitasi sarjana untuk terlibat dalam pemuliaan benih. Dewasa ini yg menggalakkan penggunaan benih unggul barulah lembaga swadaya masyarakat seperti SAMADE, APKASINDO. Sehingga diharapkan muncul lapangan kerja baru bagi sarjana, dengan terlibat pada sisi hulu komoditas sawit. Sisi hilirnya, libatkan sarjana untuk berinovasi dengan difasilitasi oleh pemprov, mengenai komoditas sawit. Misalnya saja pengadaan mesin serut lidi sawit, karena lidi sawit merupakan komoditas ekspor juga. Dewasa ini provinsi Sumatera utara mengirim puluhan ton lidi sawit ke India dan Pakistan. Dari sisi hilirisasi kelapa sawit ini, lapangan pekerjaan yg terbentuk ada dua, yaitu proses pengerjaan mesin dan proses pembentukan produk itu sendiri.
Untuk sawit masih ada tiga poin lagi setidaknya untuk hilirisasi, janjangan kosong yg begitu kaya unsur hara, abu janjang yg mengandung setengah dari pupuk KCL dan cangkang sawit. Begitulah maksud penulis, bahwa pemprov harus menggandeng sarjana dalam membangun sektor perkebunan, sehingga diperoleh hasil yg optimal, karena menyambungkan peran kampus sebagai dunia akademik dan dunia kerja sebagai aplikasi teori yg telah didapat. (*).
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.