Penulis : Rika Desiyanti, S.E., M.Si., Ph.D
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bung Hatta Padang
Email: rikadesiyanti@bunghatta.ac.id
Pada era globalisasi dan teknologi digital seperti saat sekarang ini menuntut pelaku usaha untuk berusaha lebih ekstra agar bisa berkembang atau bertahan dalam kegiatan dunia usaha. Hal ini dikarenakan semakin ketatnya persaingan dalam dunia usaha yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
Dalam kegiatan usaha banyak aspek yang menentukan pelaku usaha dapat berkembang kegiatannya atau tetap bertahan, diantaranya manajemen yang bagus, sistem teknologi digital yang memadai, kegiatan promosi yang mumpuni dan permodalan yang kuat.
Seringkali kegiatan usaha yang tidak memenuhi salah satu aspek seperti yang disebutkan diatas akan dapat dipastikan tereliminasi dari persaingan dalam dunia usaha yang semakin ketat. Salah satu kendala yang sering dihadapi oleh pelaku dunia usaha di Indonesia sekarang adalah masalah permodalan.
Rata-rata masyarakat dunia usaha di Indonesia adalah Usaha Menengah Kecil dan Mikro atau disingkat dengan sebutan UMKM yang terbilang sangat terbatas modal untuk kegiatan usahanya. UMKM adalah usaha menengah kecil dan mikro yang produktif dengan sendirinya, dilakukan oleh perorangan atau badan usaha. Secara umum, karakteristik usaha kecil menengah adalah manajemen yang berdiri sendiri, modal disediakan pada sendiri, pemasaran daerah setempat, aset perusahaannya kecil dan jumlah karyawan juga minim.
UMKM saat ini berusaha mendapatkan perhatian dan tunjangan yang diamanatkan oleh undang-undang dan hukum Indonesia, antara lain kredit usaha dengan tingkat bunga rendah, kemudahan izin usaha, bantuan pengembangan usaha dari instansi pemerintah maupun kenyamanan.
Literasi dan inklusi keuangan terutama bidang financial technology (fintech), yang disebut juga dengan keuangan digital yang baru-baru ini menjadi subyek yang menarik bagi pemerintah, berbagai lembaga keuangan, lembaga pendidikan, media dan entitas lain di tingkat nasional dan internasional. Dewasa ini untuk pemenuhan akan kebutuhan modal usahanya masyarakat UMKM lebih banyak mengandalkan bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah ini sangat terbatas akan jumlahnya, sehingga menghambat UMKM untuk dapat melakukan pengembangan usaha yang mereka jalani.
Selain mengandalkan bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah, untuk permodalannya UMKM juga memanfaatkan kredit atau pinjaman lunak yang diberikan oleh Bank Pemerintah dan juga Bank Swasta. Untuk pinjaman lunak atau kredit yang diberikan oleh bank, masyarakat UMKM sering terbentur dengan urusan administrasi yang berbelit-belit, tidak transparan dan tidak bankable, yang pada akhirnya mengakibatkan masyarakat UMKM menjadi tidak efektif dan efisien untuk melakukan pinjaman tersebut.
Seperti halnya pinjaman lunak yang diberikan oleh pemerintah melalui Bank Pemerintah yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dalam Standart Operasion Prosedur (SOP) untuk pinjaman sampai dengan 25.000.000,- rupiah tanpa agunan, akan tetapi fakta dilapangan pihak bank tetap meminta agunan berapapun UMKM melakukan peminjaman.
Seringkali juga ditemui masyarakat UMKM yang terpaksa melakukan pinjaman kepada tengkulak yang bunganya sangat tinggi, akan tetapi dalam administrasinya tidak berbelit-belit sehingga masyarakat UMKM bisa dengan cepat menggunakan pinjaman yang didapat dari tengkulak tersebut.
Dari beberapa alternatif pendanaan atau permodalan yang dapat dilakukan oleh UMKM terdapat keunggulan dan kekurangan dari sumber pemodal itu sendiri. Ada yang unggul di sistem administrasi yang mudah akan tetapi tingkat bunga yang relatif mencekik UMKM atau tingkat bunga yang tinggi. Kemudian ada yang unggul di tingkat bunga yang relatif terjangkau akan tetapi prosedur atau sistem administrasi yang rumit.
Salah satu solusi atau jalan keluar masalah pendanaan atau permodalan untuk UMKM ditawarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam bentuk financial technology (fintech), dimana fintech telah disahkan oleh OJK melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi pada tanggal 29 Desemberi 2016.
Pada dasarnya, keberadaan fintech akan memudahkan masyarakat mengakses berbagai produk sektor keuangan, mempermudah transaksi dan meningkatkan literasi keuangan. Fintech juga merupakan inovasi baru dalam teknologi informasi yang menggantikan layanan keuangan tradisional. Peningkatan akses dunia perbankan juga semakin memudahkan pelaku usaha khususnya usaha kecil dan menengah (UMKM). Pengusaha baru kemudian muncul karena berjualan lewat internet begitu mudah. Pedagang tidak perlu memiliki kios atau toko biasa untuk menjual produknya. Mereka dapat menjual produk dan layanan mereka melalui berbagai cara seperti jejaring sosial, situs web, dan aplikasi khusus. Perkembangan bisnis dengan fasilitas internet tentunya membutuhkan dukungan, apalagi Indonesia merupakan negara terbesar dalam hal bisnis e-commerce di Asia Tenggara. Pada tahun 201 saja, lembaga riset tersebut mencatat, penjualan online di Indonesia mencapai 1,1 miliar USD, lebih banyak dari Thailand dan Singapura. Pesatnya perkembangan industri fintech membawa angin segar bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Adanya pinjaman dan pembayaran online akan mampu mendorong pertumbuhan sektor usaha UMKM. Dengan berkembangnya berbagai layanan pinjaman online, kebutuhan permodalan para pelaku UMKM khususnya bank-bank yang kurang terlayani diharapkan dapat terpenuhi. Karena banyak fintech yang terlibat dalam pembiayaan sektor manufaktur, hal ini bisa menjadi potensi bahkan bagi perusahaan yang tidak memiliki kemampuan perbankan untuk mengakses pembiayaan sektor bisnis, termasuk akses keuangan, akses keuangan LPDB melalui fintech di masa depan. Kehadiran financial technology atau industri fintech dapat menjadi jembatan antara unbanked community dengan lembaga keuangan. Berkat industri baru ini, sektor UMKM yang selama ini kesulitan mendapatkan pembiayaan bisa menjadi UMKM premium. Jika layanan ini dapat dipadukan dengan layanan perbankan, tentu akan membawa manfaat besar bagi masyarakat dan perekonomian nasional.
Peran adopsi teknologi keuangan di Indonesia adalah untuk mendorong tingkat kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan, meningkatkan inklusi keuangan nasional, mendorong kapasitas ekspor UMKM yang masih lemah, dan membantu memenuhi permintaan. Keuangan nasional, mendorong distribusi keuangan nasional yang masih kurang di Indonesia. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang berkembang pesat, transformasi pembayaran juga berkembang. Keunggulan dari fintech khususnya layanan pinjam meminjam uang adalah tersedianya dokumen perjanjian dalam bentuk elektronik secara online untuk kepentingan berbagai pihak, adanya bantuan hukum untuk mempermudah transaksi online, pemahaman adanya risiko pada berbagai pihak, adanya informasi tagihan secara online, tersedianya informasi tentang status pinjaman dan penyediaan escrow account dan virtual account serta keseluruhan pelaksanaan pembayaran dana pada sistem perbankan.
Dengan memperhatikan keunggulan dari fintech khususnya layanan pinjam meminjam uang dengan menggunakan teknologi informasi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan finansial secara cepat, mudah dan efisien. Salah satu produk fintech yang didukung oleh OJK adalah Peer to peer lending (P2P Lending), dimana Peer to peer lending (P2P Lending) merupakan fasilitas bagi pihak yang ingin pinjam meminjam uang secara online yang operasionalnya telah disetujui dan disahkan oleh OJK.
Fintech atau teknologi keuangan adalah perpaduan antara layanan keuangan dengan teknologi dan perubahan dari model bisnis konvensional menjadi lebih modern, yang awalnya harus membayar sejumlah uang secara langsung, dana tertentu, sekarang transaksi jarak jauh dapat diselesaikan dalam hitungan detik. Fintech adalah pemanfaatan teknologi dalam sistem keuangan untuk menciptakan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru yang dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem, keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan Sistem Pembayaran. Terdapat bukti bahwa perkembangan fintech di satu sisi menguntungkan konsumen, pelaku usaha dan perekonomian nasional, namun di sisi lain memiliki potensi risiko yang jika tidak dimitigasi dengan baik dapat menimbulkan akibat negatif yang dapat menimbulkan gangguan sistem keuangan.
Fintech secara bertahap mengambil bentuk dengan perubahan gaya hidup masyarakat saat ini terutama karena pengguna, teknologi informasi dan gaya hidup yang berubah dengan cepat. Ada pembelian dan pembayaran non fisik, perlu ke bank/ATM untuk transfer/terima uang, malas ke mall, ada pelayanan yang kasar, dll. Fintech membuat transaksi jual beli menjadi efisien dan hemat biaya serta sistem pembayaran. Peran fintech adalah mengubah sistem pembayaran dan pinjaman di masyarakat juga membantu startup mengurangi biaya modal dan biaya operasional yang tinggi saat memulai. Fintech juga berperan dalam sistem pembayaran yang berpotensi menggantikan peran lembaga keuangan formal seperti bank. Dalam hal pembayaran, fintech berfungsi sebagai pasar bagi UMKM dan individu untuk menyelesaikan pembayaran dan kewajiban. Selain pengurangan risiko yang efektif dari sistem pembayaran konvensional seperti tabungan, pinjaman, penyertaan modal badan pengatur perlu menetapkan peraturan terkait fintech.
Besarnya arus teknologi dalam sistem pembayaran mendorong Bank Indonesia sebagai bank sentral Republik Indonesia untuk memastikan arus pembayaran berbasis teknologi tetap berjalan tertib dan aman. Bank Indonesia berperan dalam menjaga kelancaran dan keamanan arus pembayaran.
Bank Indonesia memberikan perlindungan konsumen dengan menyediakan marketplace bagi pelaku usaha, terutama dalam hal memastikan privasi data dan informasi keuangan dengan keamanan siber. Menabung, berinvestasi, manajemen risiko dan pinjaman serta penyertaan modal. Bank Indonesia mewajibkan setiap pelaku usaha untuk mematuhi peraturan keamanan makro, pendalaman pasar keuangan, operasi dukungan sistem pembayaran dan keamanan siber data dan informasi konsumen. Dalam hal pembayaran, setelmen, dan kliring, Bank Indonesia memberikan langkah-langkah untuk melindungi konsumen, terutama terkait dengan jaminan keamanan data dan informasi konsumen melalui keamanan jaringan. Perkembangan teknologi telah menyentuh hampir semua aspek kehidupan. Apalagi di era revolusi, pengenalan inovasi teknologi terkini semakin tak terbendung, khususnya di bidang keuangan atau biasa dikenal dengan financial technology (fintech). Industri fintech di Indonesia telah merambah berbagai industri, seperti startup pembayaran, pinjaman, perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, crowdfunding, cryptocurrency dan industri lainnya. Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) mengungkapkan, transaksi di subsektor pinjam meminjam di Indonesia pada 2017 mencapai $202,77 triliun, naik 2 ,6% pertahun. Menghadapi pertumbuhan yang kuat ini, tidak dapat disangkal bahwa fintech harus diperhitungkan oleh perusahaan karena kini menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat. Kini, masyarakat tidak perlu khawatir untuk mengunjungi toko-toko. Semuanya bisa dilakukan secara online. Bahkan, di industri retail dan food and beverage, sejumlah perusahaan kini gencar melakukan promosi dan program cashback, semakin menarik minat konsumen untuk berbelanja melalui penggunaan kode QR.
Konsumen hanya perlu memindai kode QR untuk membeli produk yang diinginkan. Dengan tren perkembangan saat ini, penting bagi perusahaan untuk menyediakan layanan keuangan berbasis teknologi untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut, terutama yang mencakup aspek pembayaran tagihan dan pembayaran elektronik. Berkat inovasi, konsumen kini memiliki beberapa pilihan cara pembayaran tagihan tersebut, seperti melalui bank, toserba, atau toko resmi. Pengalaman konsumen tidak berhenti di situ. Konsumen dan pelanggan juga dapat melakukan pembayaran tagihan dengan lebih mudah melalui website atau handphone, dimana konsumen dapat melakukan konfirmasi pembayaran tagihannya melalui sistem akseptasi pembayaran.
Seiring dengan pesatnya perkembangan financial technology, konsumen juga semakin mengenal fungsi e-wallet, e-ticketing dan e-money. Dengan memberikan layanan tersebut, perusahaan dapat menekan biaya operasional dan meningkatkan nilai tambah dari layanan yang diberikan kepada konsumen. Misalnya dalam bidang e-ticketing, dengan sistem yang terintegrasi, konsumen dapat memiliki pengalaman e-service yang baik. Penggunaan fintech juga dapat memastikan akurasi pendapatan yang maksimal untuk bisnis. Pencatatan dan agregasi pendapatan transaksi menggunakan teknologi fintech juga dapat meningkatkan efisiensi operasional dan bisnis, karena data transaksi dicatat secara akurat dan cermat sebelum diproses oleh sistem. Solusi pembayaran online tidak hanya untuk perusahaan besar, UMKM juga dapat memanfaatkan teknologi fintech sebagai solusi pembayaran online barang mereka. Dengan solusi ini, transaksi online (melalui Internet) dapat memberikan banyak pilihan metode pembayaran, masyarakat kini dapat dengan mudah melakukan transaksi pembayaran dengan berbagai utilitas seperti Samsat dan pajak konstruksi (e-PBB). Tantangan industri fintech ke depan tidak dapat disangkal, kenyamanan adalah kunci pertumbuhan fintech di Indonesia. Dari sisi infrastruktur, pemerintah terus memperluas akses internet di seluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah yang selama ini belum sepenuhnya dapat diakses.
Keamanan siber dalam memberikan layanan transaksi pembayaran harus menjadi perhatian utama penyedia layanan. Penyedia layanan dapat melindungi data pribadi konsumen. Hal ini merupakan tantangan yang dihadapi oleh seluruh pemangku kepentingan, baik pelaku teknologi keuangan komersial, pembuat kebijakan maupun pemerintah. Inovasi di sektor teknologi keuangan perlu terus dilakukan, terutama mengingat kondisi ekonomi global yang dinamis saat ini. Produk fintech yang inovatif dapat menjadi ujung tombak ekonomi global yang dinamis, terutama dalam hal inklusi keuangan.
Dengan berbagai keunggulan yang diberikan oleh fintech, OJK akan memberikan kemudahan kepada UMKM di Indonesia untuk dapat meningkatkan permodalannya. Akan tetapi yang jadi pertanyaan disini adalah apakah UMKM telah mengenal apa itu fintech? Serta bagaimana cara kerja fintech tersebut? Apa keuntungan dan kerugian yang didapatkan oleh UMKM dalam menggunakan fasilitas fintech yang ditawarkan oleh OJK?
Oleh karena itu yang akan menjadi sasaran atau target adalah pelaku UMKM dengan adanya finansial teknologi akan meningkatkan literasi dan inklusi keuangan. Karenanya perlu pengetahuan, pemahaman dan pelaksanaan tentang literasi dan inklusi keuangan.
Adanya peran dan manfaat yang diperoleh melalui teknologi keuangan bagi bisnis dan konsumen. Idealnya, perusahaan yang bergerak di sektor teknologi keuangan memanfaatkan konektivitas seluler secara maksimal. Hal ini dapat sangat meningkatkan jumlah orang yang dapat mengakses layanan jenis ini dan juga meningkatkan efisiensi dan kenyamanan transaksi. Konsumen memiliki pilihan untuk menggunakan smartphone untuk mengelola keuangan mereka. Penasihat keuangan, banyak sistem yang lebih baru mengandalkan penasihat robot untuk memberi mereka petunjuk tentang keuangan mereka. Keamanan tingkat lanjut, dengan menggunakan metode keamanan terbaru, diperlukan untuk memastikan lebih banyak orang mempercayai jenis layanan monetisasi ini. Pemrosesan dokumen lebih cepat, pemrosesan pinjaman, dan konfirmasi lebih cepat dari layanan keuangan ini. Banyak usaha kecil mulai menggunakan pemberi pinjaman alternatif teknologi keuangan, karena hal ini berpotensi meningkatkan aksesibilitas dan mempercepat tingkat persetujuan pendanaan. Meski memiliki banyak keunggulan, bukan berarti fintech tidak memiliki kelemahan baik sebagai bisnis maupun sebagai konsumen akhir. Kelemahan teknologi keuangan sebagai berikut diperlukan biaya besar untuk memulai star-up, belum semua orang mengerti tentang penggunaan layanan keuangan, rawan penipuan, termasuk tidak semua UMKM mengerti dengan finansial teknologi.
Menurut FBS (financial stability board) teknologi keuangan terbagi menjadi empat. Pertama, Payment clearing adalah teknologi keuangan yang memberikan layanan sistem pembayaran yang dilakukan oleh perbankan seperti yang dilakukan oleh Bank Indonesia Sistim Kliring Nasional BI(SKNBI). Kedua, E-aggregator adalah perusahaan teknologi keuangan yang mengumpulkan serta mengelola data yang dapat dimanfaatkan oleh konsumen guna membantu dalam mengambil sebuah keputusan. Ketiga, manajemen risiko dan investasi merupakan perencanaan dalam bentuk digital melalui teknologi keuangan ini dapat membantu konsumen dalam perencanaan keuangan serta platform e-tradinpg dan e-insurance. contoh perusahaannya cekpremi, bareksa. Keempat, peer to peer lending (P2P) merupakan perusahaan teknologi keuangan yang mempertemukan antara sipemberi pinjaman dengan pencari pinjaman dalam satu platform. Pada akhirnya sipemberi pinjaman akan mendapatkan keuntungan berupa bunga dari dana yang dipinjamkan. Contoh perusahaannya investree, modalku, amartha, koinwork.
Dalam beberapa tahun terakhir, istilah “inklusi keuangan” dan “peer to peer lending” telah banyak dibicarakan di Indonesia. Menurut Bank Indonesia, istilah inklusi keuangan benar-benar populer sejak krisis ekonomi global 2008. Saat itu, dunia tengah menyoroti dampak krisis ekonomi terhadap masyarakat di piramida tingkat sosial ekonomi bawah. (Memukul). Menurut Bank Indonesia, belum ada definisi standar dan standar ini digunakan di mana-mana. Definisi Financial Action Task Force (FATF) inklusi keuangan adalah: inklusi keuangan mengacu pada penyediaan akses yang memadai ke layanan keuangan yang aman, nyaman, nyaman dan terjangkau untuk kelompok yang kurang beruntung dan kelompok rentan lainnya, termasuk kelompok berpenghasilan rendah, pedesaan dan tidak berdokumen. yang kurang terlayani atau dikecualikan dari sektor keuangan formal. Dari pemahaman di atas, dapat dilihat bahwa bahwa pelaku UMKM merupakan salah satu kelompok rentan yang saat ini belum terlayani oleh sektor keuangan formal. Menurut OJK, jumlah pembiayaan yang dibutuhkan UMKM namun tidak terlayani oleh sektor keuangan formal adalah Rp 900 triliun per tahun. Di sinilah peran perusahaan fintech peer to peer seperti Akseleran dapat membantu mewujudkan inklusi keuangan. Peer to peer berarti interaksi langsung antara dua orang dengan status atau kemampuan yang sama. Dalam hal peer to peer lending, keduanya berinteraksi langsung tanpa campur tangan lembaga keuangan untuk melakukan pinjaman dan meminjam uang/dana. Biasanya, peminjam menawarkan tingkat bunga yang menarik sehingga pemberi pinjaman bersedia meminjamkan sebagai imbalan. Peer to peer lending dan crowdfunding, khususnya penghimpunan dana dari masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini pinjaman komersial kepada UMKM. Karena berbasis komunitas atau community-based, ada peluang pinjaman bisnis yang didanai oleh ratusan orang crowdfunding.
Peer to peer lending (P2P lending) adalah metode peminjaman uang kepada individu atau bisnis, mengajukan pinjaman dari pemberi pinjaman, dan menghubungkan pemberi pinjaman dengan peminjam atau investor secara online. Peer to peer lending (P2P lending) memungkinkan siapa saja untuk meminjamkan atau memperpanjang kredit untuk berbagai keperluan tanpa melalui jasa lembaga keuangan yang sah. Pada dasarnya, sistem P2P lending ini sangat mirip dengan konsep online marketplace yang menyediakan wadah bagi pembeli dan penjual untuk bertemu. Untuk pinjaman P2P, sistem yang ada menghubungkan peminjam dengan penyedia pinjaman. Dengan kata lain, P2P Lending adalah pasar untuk pinjam meminjam uang. Alih-alih mengajukan pinjaman melalui lembaga publik seperti bank, koperasi, layanan kredit dan pemerintah, prosesnya jauh lebih rumit. Atau, anggota masyarakat dapat mengajukan pinjaman yang disponsori oleh anggota masyarakat yang merupakan pengguna bersama dari sistem pinjaman P2P. Itulah mengapa disebut peer-to-peer.
Ada dua pendekatan dalam konsep peer to peer lending (P2P Lending), yaitu sebagai peminjam atau pemberi pinjaman atau investor. Namun, seperti apa pun yang dilakukan dalam hal pinjaman peer to peer, kedua peran tersebut akan memiliki manfaat masing-masing dalam hal pendanaan. Memang sistem P2P lending ini bukan tanpa risiko, sama seperti aktivitas keuangan lainnya, kita harus selalu berhati-hati dalam pengoperasiannya. Namun, selama kita memahami cara kerja sistem, cara kerjanya, apa yang terlibat dan hal-hal penting lainnya, kita akan baik-baik saja. Inilah semua yang perlu kita ketahui tentang pinjaman peer to peer (P2P). Secara singkat P2P lending adalah forum atau perusahaan yang secara langsung menghubungkan peminjam (borrower) dan pemberi pinjaman (lender atau investor) tanpa perantara seperti Bank. P2P lending menghilangkan perantara di tengah proses dengan menggunakan teknologi agar lebih efisien dan semuanya bisa dilakukan secara online. P2P lending juga dipahami dengan definisi alternatif yang juga dikenal sebagai situs crowdfunding. Program pembiayaan gotong royong seperti pinjaman P2P memungkinkan peminjam yang pengajuan pinjamannya ditolak oleh bank atau lembaga resmi lainnya untuk mendapatkan pembiayaan alternatif atau modal dari dana yang terkumpul dengan Pemberi pinjaman telah mengumpulkan platform pinjaman P2P. Dalam hal ini, peminjam, setelah mengirimkan formulir yang telah diisi secara online pada platform pilihan mereka, terlebih dahulu diperiksa dan dianalisis untuk memastikan validitas dan solvabilitas data peminjam.
Biasanya, data yang diperlukan mencakup legitimasi bisnis, dokumen pribadi, transfer bank, dan data historis digital. Peer to peer lending sebagai perusahaan yang bergerak di bidang teknologi tentu memiliki keunggulan dalam hal kecepatan dan lebih efisien. Lazimnya, bahkan di bank-bank ternama untuk proses pencairan pinjaman atau kredit usaha membutuhkan waktu setidaknya 40-90 hari untuk cair. P2P lending dapat mencairkan dananya rata-rata di bawah 30 hari, bahkan untuk beberapa pinjaman menarik dapat dicairkan hanya dalam beberapa hari.
Peminjam cukup mengunggah semua dokumen yang diperlukan untuk mengajukan pinjaman online (ini adalah proses yang relatif cepat). Ini termasuk laporan keuangan dalam periode tertentu dan dokumen yang menyatakan tujuan pinjaman. Tentu saja, aplikasi pinjaman akan disetujui atau ditolak, tergantung pada berbagai faktor. Jika aplikasi ditolak, maka harus memperbaiki alasan mengapa aplikasi ditolak. Jika disetujui, suku bunga pinjaman akan diterapkan dan aplikasi pinjaman akan dimasukkan ke pasar yang tersedia untuk semua pemberi pinjaman untuk melihat aplikasi pinjaman. Kemudian, sebagai investor, dapat mengakses data aplikasi pinjaman di dashboard yang disediakan. Semua data dapat dilihat untuk setiap aplikasi pinjaman. Secara khusus, data peminjam yang relevan seperti pendapatan, riwayat keuangan, dan tujuan pinjaman termasuk legitimasi (bisnis, kesehatan, atau pendidikan) ditampilkan. Peminjam membayar kembali dana pinjaman setiap bulan dan kami menerima keuntungannya. berupa modal dan bunga. Besarnya bunga tergantung pada tingkat bunga pinjaman yang diinvestasikan.
Setelah analisa kredit dan verifikasi dokumen telah dilakukan, maka pinjaman tersebut akan di unggah ke laman marketplace P2P lending tersebut untuk nantinya ditunjukkan ke calon-calon lender atau investor agar dapat dilihat dan dianalisa oleh mereka terlebih dahulu sebelum melakukan keputusan investasi ke pinjaman tersebut. data-data pinjaman pun transparan dan dalam hal ini calon pendana atau investor dapat mengunduh fact sheet, yakni ringkasan dari tujuan pinjaman, rasio keuangan, lokasi, data agunan dan informasi lain-lain yang berguna bagi pendana. Adapun P2P lending seperti modalrakyat.id menyajikan video dari lokasi peminjam langsung agar para pendana dan investor dapat melihat dan seolah-olah sedang berada di lokasi peminjam.
Setelah semua dana terkumpul sesuai target peminjam, maka peminjam harus menandatangani perjanjian akad kredit serta legalitas jaminan atau agunan yang berlaku sesuai perjanjian. Barulah dana tersebut cair dan bisa digunakan oleh para peminjam untuk membesarkan usahanya.
Para pendana akan mendapatkan imbal hasil sesuai dengan ketentuan bunga yang tertera di fact sheet. Bentuk pengembalian dari peminjam dapat berupa cicilan tiap bulan atau akumulatif di akhir tenor tergantung jenis pinjaman yang didanai.
Suku bunga pinjaman P2P tergolong rendah dibandingkan dengan yang ditetapkan oleh lembaga keuangan formal, seperti bank. Di sisi lain, pinjaman pribadi dapat memiliki tingkat bunga 12 hingga 20 dengan lembaga keuangan, itupun masih lebih rendah daripada tingkat bunga tagihan kartu kredit. Kelebihan lainnya adalah prosedur pengajuan pinjaman tidak separah saat mengajukan pinjaman dari lembaga keuangan seperti bank. Proses ini jauh lebih cepat dan mudah. Terakhir, P2P Lending adalah pinjaman tanpa jaminan, artinya tidak diperlukan agunan. Suku bunga pinjaman P2P meroket karena kelayakan kredit kami anjlok. Pinjaman hanya cocok untuk jangka pendek, karena semakin lama jangka waktu pinjaman, semakin tinggi tagihannya akan terus meningkat. P2P lending telah resmi dikelola dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016. Pemberian pinjaman mudah dan cepat dengan P2P Lending, apalagi jika memiliki modal lebih tapi tidak tahu. dimana mengalokasikannya. Tingkat bunga pinjaman yang diterima cukup besar, yang membuatnya lebih menguntungkan.
Pinjaman melalui sistem pinjaman P2P juga memudahkan diversifikasi investasi, sehingga meningkatkan kemungkinan pengembalian yang lebih besar. Peminjam mungkin tidak membayar kembali pinjamannya, sehingga jumlah pinjaman bisa hilang. Namun, hal ini telah diperbaiki oleh sebagian besar platform Peer Lending dengan jaminan yang diberikan kepada kami sebagai pemberi pinjaman. P2P lending melayani segmen usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM dan macam-macam segmen. Adapun beberapa platform P2P lending yang fokus pada segmen multiguna, yakni pinjaman dengan tujuan konsumtif. Kategori P2P lending ini kerap disebut sebagai payday loan atau rentenir online oleh kebanyakan media di tanah air. Panggilan tersebut bukan tanpa bukti, karena umumnya mereka mematok bunga yang cukup tinggi yang mencapai 30% per bulan. Model bisnis P2P lending multiguna juga kerap tidak memiliki proses crowdfunding atau pendanaan gotong royong dikarenakan mereka sudah memiliki 1 lender besar, umumnya institusi, perbankan, atau konglomerat. Segmen P2P lending yang tentunya paling didukung oleh pemerintah adalah yang berfokus pada pinjaman produktif seperti apa yang telah dilakukan oleh platform modalrakyat.id. Dimana fokusnya adalah membantu para wirausahawan mendapatkan akses permodalan alternatif yang tidak berbelit-belit dan dapat mengajukan pinjamannya secara online. Mengingat ada lebih dari 50 juta UMKM di seluruh Indonesia yang belum memiliki akses modal usaha, tentu P2P lending yang berfokus pada sektor UMKM memiliki potensi besar untuk menjaring inklusi keuangan.
Untuk menarik minat investor terhadap peer to peer lending, hal terpenting yang harus dilakukan adalah meminimalkan tingkat risiko. Ada beberapa cara untuk melakukannya, salah satunya adalah dengan menciptakan sistem penilaian kredit yang kuat atau akurat. Biasanya, penilaian kredit untuk pinjaman usaha dilakukan dengan melihat banyak aspek, seperti memeriksa posisi kas calon peminjam, memeriksa profitabilitas dan perilaku kredit mikro mereka. (*).
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.